Uncategorized

Mengapa Peta Selalu Berorientasi “Utara-di-Atas”

@Cipto Kuswinadi

Pengajar SPENSA Moker Jawa Timur

Pernahkah Anda menyadari bahwa hampir semua peta yang kita lihat selalu meletakkan arah utara di bagian atas? Konvensi ini sudah begitu umum hingga kita jarang sekali mempertanyakannya. Padahal, penentuan “utara-di-atas” sebagai standar global memiliki sejarah panjang dan alasan yang sangat praktis. Mari kita selami mengapa arah utara akhirnya menjadi orientasi dominan di dunia peta.

Dalam pelajaran geografi atau saat membaca peta, kita selalu melihat utara di bagian atas. Kita mungkin menganggapnya wajar, seolah-olah itu adalah aturan alam. Namun, penempatan utara di atas bukanlah keputusan mutlak. Konvensi ini muncul dari gabungan kebutuhan ilmiah, keputusan praktis, dan pengaruh sejarah tertentu. Artikel ini akan menjelaskan alasan ilmiah dan historis di balik standar global ini.

Sejarah Peta dan Berbagai Orientasi Awal

Sebelum standar utara-di-atas muncul, orientasi peta sangat bervariasi. Peradaban kuno sering menempatkan arah yang paling penting bagi mereka di bagian atas. Misalnya, peta-peta awal Mesir umumnya menempatkan timur (arah matahari terbit) di atas. Sementara itu, beberapa peta Kristen abad pertengahan meletakkan Yerusalem atau timur di bagian atas, mengikuti tradisi “Orientasi” (dari kata Latin oriens yang berarti timur).

Bangsa Arab, yang dikenal sebagai navigator dan kartografer ulung di Abad Pertengahan, sering menempatkan selatan di bagian atas peta mereka. Ini bisa jadi karena seringnya mereka berlayar ke selatan dari Jazirah Arab, atau mungkin berkat penemuan penting dalam navigasi astronomi, seperti pengamatan bintang paling terang di belahan bumi selatan. Peta terkenal Al-Idrisi dari abad ke-12 adalah contoh klasik peta yang berorientasi selatan.

Peran Ilmiah dan Praktis: Kompas dan Bintang Utara

Secara ilmiah, penempatan utara di bagian atas peta sangat terkait erat dengan penggunaan kompas magnetik. Sejak abad ke-13, pelaut dan penjelajah Eropa mengandalkan kompas yang jarumnya secara alami menunjuk ke utara magnetik bumi. Dengan menempatkan utara di bagian atas peta, navigasi menjadi lebih mudah; pelaut bisa menyesuaikan kompas dan peta tanpa perlu memutarnya.

Selain kompas, Bintang Utara (Polaris) juga sangat penting dalam navigasi kuno di belahan bumi utara. Polaris selalu terlihat hampir tidak bergerak di langit malam utara, menjadikannya titik referensi yang krusial untuk orientasi. Menempatkan arah yang ditunjukkan oleh Polaris di “atas” peta dua dimensi terasa alami dan logis bagi para pengamat langit dan penjelajah darat.

Pengaruh Historis dan Sosial: Kartografi Eropa dan Kolonialisme

Peta modern sangat dipengaruhi oleh warisan kartografi Eropa. Tokoh penting seperti Gerardus Mercator, seorang ahli peta Flemish, pada tahun 1569 menciptakan proyeksi Mercator. Proyeksi ini mengubah dunia pemetaan karena memungkinkan pelaut menggambar jalur lurus sebagai arah tetap kompas (loxodrome). Karena Eropa saat itu berada di belahan bumi utara dan menjadi pusat kekuatan ekonomi dan politik dunia, menempatkan utara (dan Eropa) di atas peta secara tidak langsung memosisikan dunia barat di “puncak”.

Konvensi ini semakin kuat berkat dominasi Eurosentrisme dan kolonialisme. Banyak peta yang menyebar ke seluruh dunia dicetak dan diedarkan oleh negara-negara kolonial. Dengan utara (dan Eropa) di atas, serta wilayah jajahan di bawah, secara simbolis ini menggambarkan relasi kekuasaan antara penjajah dan yang dijajah.

Namun, penting untuk diingat bahwa konvensi ini bukanlah satu-satunya dalam sejarah. Banyak peta klasik dari Timur Tengah (seperti peta al-Idrisi tahun 1154) justru menempatkan selatan di atas, karena itu adalah arah Mekah. Peta Cina kuno dari Dinasti Han bahkan menempatkan selatan di atas karena selatan dianggap arah keberuntungan. Peta-peta Eropa abad pertengahan (mappa mundi) banyak yang menaruh timur di atas, karena mengarah ke Taman Eden.

Standardisasi Melalui Regulasi Internasional dan Nasional

Saat ini, arah utara di atas bukan hanya kebiasaan, melainkan telah menjadi bagian dari banyak standar internasional dan nasional. Misalnya:

  • International Hydrographic Organization (IHO) dalam dokumen S-52 mengharuskan semua Electronic Navigational Charts memiliki tampilan north-up sebagai default (Pasal 3.1.6). Aturan ini berlaku untuk negara-negara anggota Konvensi SOLAS (Safety of Life at Sea), termasuk Indonesia.
  • Di Indonesia, peta-peta resmi harus mengikuti pedoman yang diatur oleh Peraturan Kepala BIG No. 18 Tahun 2021 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) RSNI3 9317:2024, yang menetapkan bahwa arah utara wajib ditampilkan dan diletakkan di bagian atas peta.

Mengapa Konvensi Ini Bertahan?

Ada beberapa alasan kuat mengapa konvensi utara-di-atas bertahan hingga sekarang:

  • Konsistensi dan Familiaritas     : Setelah berabad-abad digunakan, konvensi ini sangat familiar bagi semua orang. Mengubahnya sekarang hanya akan menyebabkan kebingungan global.
  • Pembelajaran Intuitif       : Sejak kecil, kita diajarkan membaca peta dengan utara di atas, menjadikannya cara yang paling intuitif untuk memahami orientasi.
  • Praktik Baik                      : Bagi para navigator modern, baik di darat, laut, maupun udara, memiliki standar orientasi yang konsisten sangat penting demi keselamatan dan efisiensi.

Kesimpulan

Konvensi “utara-di-atas” adalah hasil dari perpaduan antara kebutuhan teknologi (kompas dan bintang), pengaruh sejarah (dominasi Eropa), dan kebutuhan modern (standar regulatif). Ia bukan satu-satunya cara memandang dunia, tetapi telah menjadi cara yang paling diterima secara global karena alasan konsistensi dan efisiensi.

Peta, meski tampak sebagai alat objektif, sejatinya menyimpan jejak budaya dan sejarah peradaban manusia. Memahami konvensi ini adalah langkah awal untuk melihat dunia dengan lebih kritis dan terbuka terhadap keragaman perspektif.

Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa orientasi “utara-di-atas” hanyalah sebuah konvensi. Tidak ada alasan ilmiah mutlak yang mengharuskan utara berada di atas. Bumi adalah bola yang melayang di angkasa tanpa “atas” atau “bawah” yang inheren. Namun, demi konsistensi dan kemudahan navigasi, konvensi ini telah melayani kita dengan sangat baik selama berabad-abad.

Pada akhirnya, konvensi “utara-di-atas” pada peta adalah bukti evolusi kartografi dan kebutuhan manusia akan alat navigasi yang efektif dan seragam. Ini adalah pengingat bahwa bahkan aspek paling mendasar dari peta yang kita gunakan setiap hari memiliki sejarah yang kaya dan alasan kuat di baliknya.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *